Apakah boleh orang Kristen bercerai?


Bacaan: Ulangan 24:1-4


Umumnya perceraian disebabkan oleh adanya pelanggaran terhadap ikatan janji pernikahan dalam ayat diatas dikatakan adanya perbuatan tidak senonoh (bahasa sekarang perselingkuhan). Perselingkuhan adalah aktivitas seksual menyimpang yang dilakukan sebagai bentuk penghianatan terhadap kesucian ikatan janji pernikahan (Kesetiaan) yang sudah diucapkan dihadapan Allah dan jemaatNya (Kej 1:27-28).  Ketika janji pernikahan diucapkan seseorang tidak saja mengikatkan dirinya sendiri dan dengan pasangannya (keterikatan pada diri sendiri dan pasangannya –  Kej 2:21-24; Ef 5:29), tetapi juga mengikatkan dirinya dengan Allah (keterikatan pada Allah - I Kor 6:17; Mat 19:6) .  Dan usaha memisahkan atau menceraikan apa yang telah dipersatukan oleh Allah didalam Roh-Nya adalah sebuah dosa yang disebut PENGHIANATAN dan Allah dengan tegas MEMBENCI perbuatan ini! (Maleakhi 2:16).  Karena dengan alasan apapun bagi Allah perceraian adalah kehancuran hidup bagi manusia, karena bagi mereka yang bercerai mereka dengan sengaja melepaskan diri dari ikatan kasih karunia dengan Allah, itu artinya melepaskan atau memutus mengalirnya berkat-berkat Allah dalam diri dan keluarga mereka jadi tidak ada berkat Allah didalam rumah tangga yang bercerai atau berantakan! (Maz 128:1-6; Ul 28:1-14 & Maz 1:1-6). Dan bagi mereka (pasangan) yang  bercerai berdampak pada tumbuhnya kebencian atau akar pait yang berdampak turun temurun (kutuk).

Jangan salah mengartikan ayat diatas  bahwa Musa mendorong dan menyetujui perceraian!   TIDAK!, Hukum Musa dalam Ulangan 24:1-4. tidak pernah mendorong, atau menyetujui perceraian. Sebaliknya, hukum ini hanya menggariskan tata cara tertentu (mengatur) jika dan tatkala perceraian terjadi secara tragis, dimana hukum ini  melarang seseorang menikahi kembali dengan istri pertamanya sesudah ia menceraikannya, baik ia atau bekas istrinya pada waktu itu telah menikah kembali. hukum Ibrani hanya mentolerir praktiknya namun mengutuknya secara teologis, oleh karena itu dalam  Mat 19:8, Tuhan Yesus mengatakan kepada orang-orang saduki, farisi bahwa perceraianitu terjadi bukan karena Musa! Tapi karena KETEGARAN HATI mu!,  maka musa mengeluarkan surat cerai. (baca Mat 19: 1-12). Dalam hal ini saya melihat Tuhan Yesus tidak menyalahkan Musa! Tuhan mempersalahkan umat Israel yang keras kepala dan pembangkang. Sebaik dan sehebat apapun hukum atau peraturan bahkan kalau itu datangnya dari Tuhan sekalipun tidak akan pernah merobah hidup orang-orang yang memiliki karakter keras kepala atau pembangkang seperti umat Israel ini, maka wajar sekali kalau Tuhah Yesus lebih mempersalahkan orang-orang Saduki dan Farisi tersebut daripada Musa

Bagaimanakah kondisi umat percaya saat ini dalam menghadapi masalah Perceraian? Ya, masih merupakan pergumulan yang berat. Periset George Barna mengatakan % tase perceraian antara orang percaya dan bukan tidaklah jauh berbeda (26%:27%).  Propinsi Sulut dan Jabar diakhir tahun 2009 menempati rangking tertinggi tingkat perceraian menurut BPS,namun di Amerika  50 % penduduk yang menikah harus bercerai dan menjadi single parent. Bagaimanakah peran gereja dalam membina umatnya khusunya dalam upaya menjaga kesucian hidup pernikahan warga gerejanya dihadapan Allah dan manusia? Dapatkan Gereja menjawab pertanyaan- pertanyaan jemaat seperti  berikut ini?:
1.       Apakah diperbolehkan seorang isteri Kristen menceraikan suaminya atau sebaliknya? Jawabannya ialah TIDAK!. -  Lihat penjelasan diatas dan dalam I Kor 7: 10-11 - Dalam bagian ini, Rasul Paulus menegaskan agar seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya, demikian juga suami tidak diperbolehkan menceraikan isterinya.  Paulus melarang perceraian karena Yesus juga melarangnya. Jika terjadi perceraian yang semacam itu, Paulus melarang mereka untuk kawin lagi. Hal ini mungkin terlihat seperti sebuah ajaran yang keras, namun dalam konteks di Korintus, lebih baik memelihara norma-norma yang demikian sehingga kehidupan moral yang baik tetap terpelihara dalam kehidupan jemaat.  (Markus 10:2-12)
2.       Apakah diperbolehkah seorang janda atau seorang duda menikah lagi? Jawabannya ialah: BOLEH, asalkan karena alasan kematian. TAPI LEBIH BAIK TIDAK,  Dalam I Kor 7:39 - Pada bagian ini, Rasul Paulus mengemukakan pandangannya yang konsisten. Perkawinan adalah hubungan yang hanya dapat diceraikan oleh kematian. Perkawinan kedua memang diperbolehkan apabila salah satu pasangan dari mereka  telah meninggal tapi harus menikah dengan orang percaya.  Namun Paulus berpendapat bahwa lebih baik kalau janda-janda itu tidak menikah lagi  (ayat 7-8).   Apa sesungguhnya yang Allah inginkan untuk setiap kita adalah hidup didalam damai sejahtera (I Kor 7:15b), dengan demikian buat apa kita cari-cari masalah?
3.        Apakah diperbolehkan seorang janda atau duda menikah lagi bukan karena ditinggal mati? Jawabanya ialah: TIDAK BOLEH!, tapi bagaimana bagaimana dengan perkataan Yesus dalam Mat 19:9 & Mat 5:32;  “Kecuali karena zinah” ?. Ayat di Matius ini agak “rawan” dan bisa dijadikan pembenaran bagi suami untuk menceraikan istrinya!, karena kedapatan berbuat tidak senonoh!. Tapi dalam kitab Injil Markus 10:11-12  dan Lukas 16:18.  Apa yang tertulis dalam Markus dan Lukas ini memberi kesan bahwa Tuhan Yesus melawan setiap perceraian baik dari pihak istri maupun suami, juga apabila ada perzinahan.  Lho kalau begitu Injil kontradiksi (berlawanan)? Tidak! kita dapat mengartikan apa yang tertulis dalam Matius dengan memahami Matius 1:19, karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud mau menceraikannya dengan diam-diam. Kita tentu tahu bahwa pada saat Maria mengandung oleh Roh Kudus status Yusuf  dan Maria adalah masih bertunangan atau "belum menikah".  Apakah benar Yusuf boleh "menceraikan" Maria pada saat itu, tentu tidak boleh karena mereka tidak berzinah!, kalau toh ada kasus perzinahan terjadi dalam tradisi Ibrani diperbolehkan untuk bercerai karena mereka masih dalam status bertunangan.  Itulah makna Matius 5:32 dan 19:9 di atas!.  Berdasarkan hukum Ibrani, jika istri kedapatan berzinah, bukan perceraian yang dihadapinya melainkan hukuman rajam sampai mati: Imamat 20:10 mengatakan bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu.
4.       Lalu bagaimana dengan maraknya  peneguhan dan pemberkatan Nikah karena alasan perceraian ? apakah dengan demikian Pendeta dan hamba-hamba Tuhan bersikap munafik? Atau pasangan tersebut akhirnya tidak akan diberkati?. Untuk bisa memahami hal ini, penting bagi kita untuk mengerti apa yang dikemukan oleh Calvin mengenai:  Creation (Penciptaan; Kej 1:27-28) – Fall (Kejatuhan dalam dosa; Roma 3:23) – Redemption (Penebusan dosa; Yes :18; Roma 3:24-25) – Consummation (Penyempurnaan; II Kor 4:16; Efe 4:23).  Konsep ini merupakan Refleksi dari Allah yang adalah Kasih telah mengaruniakan anakNya Yesus Kristus untuk menyelamatkan isi dunia ini untuk kembali kepada kemuliaaNya (yoh 3:16-17). Meskipun kita sudah tercemar dosa, tetapi Yesus Kristus sudah menebus kita.  Roh Kudus yang ada di dalam kita memampukan kita untuk taat pada perintah Tuhan. Tuhan akan terus sanctify (menguduskan) kita dan menggenapi rencana-Nya di dunia. Proses penyempurnaan memberikan kita pengharapan di tengah-tengah dunia berdosa dimana banyak terdapat kejahatan dan kerumitan hidup. Dan yang paling penting satu hal  yang Tuhan Yesus harapkan dari kita umat perjanjian baru, TAHU MALU; SADAR dan JANGAN BERBUAT DOSA LAGI supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk!, demikianlah apa yang Tuhan Yesus sampaikan kepada jemaat di korintus; seorang yang lumpuh 38 tahun; perempuan yang berniza (I Kor 15:34; Yoh 5:14 dan Yoh 8:11).  Berdasarkan pemahaman ini, apakah Pendeta dan  hamba-hamba Tuhan bersikap munafik? Atau menolak saja orang yang telah jatuh padahal mereka mau bertobat dan mau dibaharui kembali? Yesus Kristus saja tidak mempermasalahkan Musa yang mengizinkan surat cerai! Apalagi Yesus Kristus yang sudah menebus dosa-dosa manusia berdosa akan lebih tidak memparmasalahkan lagi keputusan Pendeta dan para hamba Tuhan  yang mengambil langkah untuk menguhkan dan memberkati jemaat yang telah jatuh kedalam dosa perzinahan dan perceraian dengan catatan yang bersangkutan mau mengaku bertobat dan tidak akan melakukannya lagi. Dan bagi jemaat yang bersangkutan dosanya sudah diampuni tapi jangan berbuat dosa lagi! Karena tidak ada korban penghapus dosa yang ke dua kalinya (Ibrani 10:26). Tetapi sesungguhnya dari sejak semula dunia diciptakan sampai dengan hari ini dan sampai selamanya Allah  tidak suka atau mengizinkan Perceraian dengan alasan apapun kecuali kematian yang memisahkannya!.

Comments

Popular posts from this blog

Tujuan, Manfaat dan Cara Puasa

Anak adalah milik Pusaka Allah

Allah Menepati Janji-Nya